Kamis, 10 April 2008

Ko' maaaaaaaaales ya....?

10 April 2008
4pm...
Hanya karena judul utama blog ini "menjadi penuh syukur", bukan berati tidak ada hal negatif yangterjadi sehari2.. Hari ini saya ngerasa seperti seseorang yang dis-oriented. Ada beberapa pekerjaan yang saya tunda2.. hanya karena menunggu badan ini fit untuk melakukannya.

So, dari sekian banyak kerjaan serius dan ngga serius, saya punya 3 pekerjaan utama yang berstatus:
1. seorang music director
2. penyiar
2. seorang jurnalis
ketiganya saya lakukan dalam keseharian -dengan berusaha enjoi dan bersyukur senantiasa tentunya-.

Hal ini ada 2 hal yang belum saya lakukan, dan seperti biasa, semua pekerjaan itu penting. Tapi entang kenapa. Ko' maaaaaaaaales ya....?

Sebagai bukti, saya menulis blog ini untuk dapetin mood :p

Sepertinya kata para dokter benar, kesehatan itu dijaga, karena hubungannya kemana2 kalo ngga fit. yah inilah yang dialami oleh saya.

Ko' maaaaaaaaales ya....?

Karena sudah berbulan2 ini saya tidak melakukan aktivitas apapun atas nama penyehatan badan...heugh...

Tau deh kapan mau berkomitmen buat berolahraga, tapi yang jelas beban kerjaan semakin lama semakin menekan kalo ngga dikerjain, tapi tetep;
Ko' maaaaaaaaales ya....?

berharap ada yang menampar wajah saya untuk menyadarkan kalo waktu itu berharga,
Tapi Ko' tetep maaaaaaaaales ya....?

Hueh, emang bener kata pak pendeta,"Daging (sifat manusia) itu menyesatkan, Roh menyelamatkan"

--Lho...?--


yea, being grateful...

2 April 2008

10pm…

Wuha. Melewati malam ini seperti masuk ke pintu menuju satu ruangan yang baru (atau mungkin pintu keluar dari sesuatu yang membosankan). Pemikiran yang baru dan rasa bersyukur memenuhi pikiran saya.

Pertama, bertemu dengan orang2 menyenangkan, yang sepertinya memiliki apresiasi terhadap apapun yang ada di depan mata mereka.

Malam ini saya memiliki janji untuk di sebuah coffee shop bernama “Djendelo” yang terletak dihalaman depan distro “Suicide Glam (mungkin akan saya jelaskan lebih lanjut tentang distro fenomenal bali ini next time) di daera Renon, Denpasar, bertemu dengan perwakilan sebuah band bernama “Ed Edy & Residivis”. Perwakilannya adalah seorang tokoh musik di Bali bernama Igo, dan Edy, vokalis dari sebuah band kritis social-political yang sempat populer dengan proses hukum yang harus mereka alami karena tuduhan merendahkan arti aparat, yaitu kata “Anjing” dan kata “Polisi” yang mungkin lagu itu dianggap memuat 2 kata tersebut ditujukan pada sesuatu yang sama. Selain itu ikut juga dalam pertemuan kami, kawan lama (partner in crime juga); Gino, dimana saya, dia dkk pernah berjuang dalam kampus yang sama, seseorang yang juga secara teknis membukakan pintu pertama pada saya dengan dunia media, sekarang kita bekerja di satu atap perusahaan yang sama tapi malam ini adalah yang terakhir buat Gino, esok hari ia sudah akan bekerja di sebuah perusahaan Industri Surfing Volcom, which is kemungkinan malam itu adalah malam yang dramatis buat dia mengingat ini adalah practically tugas terakhirnya untuk majalah The Beat (Majalah dwi mingguan entertainment dimana saya bekerja sebagai kontributor, keren kok majalahnya :p ).

So, sesuai appointment, saya datang jam 8 malam pas (entah mengapa sampai sekarang saya selalu berusaha untuk datang early tapi jarang berhasil, termasuk yang ini), saya parkir kendaraan saya, sebuah suzuki smash yang disebut ‘si gesit irit’ di halaman hijau Suicide Glam dengan membawa tas notebook terselempang di badan. Menuju coffee shop, dan saya sudah bisa lihat meja2 yang telah terisi bangkunya dengan orang2. Salah satunya ada satu meja yang telah terisi dengan 4 orang. Dari 4 orang yang duduk, saya bisa mengenali 3 dari antara mereka; Igo, Edy, dan Gendo - Seorang aktivis pergerakan Bali yang cukup popular pada era 2005-an dengan kasus pembakaran bendera dan penghinaan terhadap Presiden, (moga saya tidak salah menyebutkannya), lalu saya duduk di salah satu kursi dan mulai bersalaman denga ketiganya, lalu yan keempat adalah yan saya belum kenal, yang ternyata adlaah seorang wanita yang terlihat seperti teman dekat dari Gendo. Setelah itu saya menuju ke bar, disana ada Gino lagi memegang menu untuk membantunya memutuskan pesanan, dan saya menyapanya, selanjutnya ikut melihat menu kopi sampai akhirnya menempelkan telunjuk saya pada tulisan “Latte ramoean Djendelo” dan memesannya ditambah dengan keputusan mendadak saya memesan satu porsi French fries. Lalu kami duduk, dan pembicaraan di buka dengan langsung berbicara tentang album Ed Eddy oleh Gino, dan secara praktis, dengan notebook dipangkuan saya menjadi panitera acara. Wawancara berlangsun sangat kondusif dan diselingi tawa kecil dan juga kopi yang diangkat sebentar untuk dinikmati dan kembali diletakkan. Semanya berjalan lancer sampai akhirnya mengucapkan selamat malam kepada semuanya.

Sebuah pertemuan yang buat saya sadar, bila saya berada di pula dimana 8 dari sepulu orang disini seperti mereka, yang ramah dan humble, no matter seberapa besar potensi diri dimuat dalam diri.

Karena kehadiran kesempatan berbincang dengan mereka juga, saya juga bersyukur akan dunia yang sepertinya diarahkan oleh Tuhan untuk saya masuki, yaiutu dunia media yang saya tidak pernah terpikir akan masuk dalamnya dan merasa diberkahi dengan banyaknya kesempatan yang dipercayakan pada saya. Bukan detil cita2 masa kecil.

Eh ngomong2 cita2, sedikit ke belakang yuk, saya punya beberapa cita2 masih saya tunggu (iseng aja) untuk terwujud, something like this:

- Menjadi anggota team rescue, yang mengabaikan keadaan diri untuk menyelamatkan orang yang memiliki urgensi yang amat sangat dalam moment yang sempit. Sewaktu berikrar, para team rescue itu look so cool and soul-feeding for that little Dedi Kristian di saat bangku sekolah dasar waktu itu.

- Menjadi kameraman perang, dimana adrenaline rush terpuaskan dengan bertugas dibawah ancaman kehilangan nyawa dsb. Gambar yang berguncang pada acara berita di televisi menunjukkan bagaimana mereka bekerja sekaligus mengaktifkan sense of survival mereka. It’s like; wow, seru kayanya kalo aku bisa megang kamera di satu tempat yang banyak bahayanya dan merekam gambar2 yang setiap detiknya mungkin berharga sekali jika selamat ke tangan redaksi.

- Menjadi salah satu pimpinan perusahaan yang fanatik pada Versace, kecanduan otomotif dan memiliki tattoo rockstar tersembunyi, yang berkantor di lantai 15, dimana view di jendela saya adalah suasana metropolis teratur diluaran. (Itu tuh kaya ‘looking down, seperti kota ini ada dibawah kendali saya, sayalah tuhan kecil mereka’). Lalu imajinasi terbuyarkan ketika istri yang cantik dan anak saya datang untuk membawakan makan siang.

- Menjadi pendiri panti asuhan diamana nama saya tidak dikenal dan dibahas sama sekali (dibalik layar ajjah ah). Sometimes exposure is something you don’t need. Saya masih memeiliki rhema akan khotbah pendeta yang bilang ‘kita semua dikasi peran ama Tuhan, penuhilah peran itu’. Jadi saya ingin mendirikan apa saja kegiatan sosial tanpa diketahui orang, tanpa ada orang berterima kasih pada saya (ribet dan sok idealis banget ya keinginan saya?). So I do my part God given to me, and feed my soul. Period.

- Menjadi pemilik skate ramps atau studio Hip Hop yang memberikan layanan gratis buat anak2 yang ingin berkarya dan berkarya. (dude, mereka (anak muda) butuh sesuatu yang lebih dari penyuluhan2 dan pidato2 kosong, give’em facility!) Dimana saya duduk dan diam melihat mereka berjumpalitan, beraktifitas, mungkin bisa sedikit melupakan ayah mereka yang brengsek, perlakuan keluarga yang rusak, menghindari perkelahian dsb. Dimana di tempat2 itu terdapat poster2, graffiti dengan kata2 atau ayat2 positif untuk hidup lebih baik dan belajar memaafkan siapa saja.

- Menjadi pemilik kebun kecil yang indah di masa tua, dengan rumput seperti karpet, tumbuh2an yang mudah saya rawat dengan tubuh yang renta itu bersama istri tercinta yang terlihat cantik sekali di antara taman alami itu, bercerita tentang masa lalu dan tertawa, merayakan ulang tahun pernikahan yang ke-50 di kebun itu dengan kue muffin yang tertancap lilin dengan api masih menyala, tidak ada musik latar, tidak ada makan2 besar, hanya kita berdua meniup lilin kecil itu, penanda tahun emas sudah terlewati, sekarang sudah memasuki masa berlian... (oops, kok saya ada air mata ya pas nulis ini?)

Hwaha.. so itulah confession saya tentang cita2 yang belum terpenuhi, apakah akan terpenuhi semua, satu saja, dua, atau tidak sama sekali? I never know until it comes, ngga terlalu ngoyo juga sih brur… Karena saya sekarang sedang menikmati cita2 saya yang terkabulkan, yaitu menjadi seseorang yang tidak berucap dalam hati “Saya tidak ingin ada disini, melihat orang2 ini dan bekerja seperti ini, saya ingin keluar!” seperti orang yang terperangkap di kantor dari jam 9-5 tapi serasa ingin keluar dari kantor itu. Nope,

saya sekarang berucap “Terima kasih Tuhan, saya sudah mengenali pria yang ada di depan cermin ini, dan saya suka apa yang saya alami.. terima kasih untuk mempercayakan satu hari lagi untuk saya.”